Senin, 11 Juli 2011

Dari Batik, Dewi Lanjar, dan Prajurit Mataram di Pekalongan

Beberapa waktu lalu saya sempat berkunjung ke Pekalongan, Jawa Tengah. Kebetulan di sana saya masih punya kerabat. Tiga hari lamanya saya singgah di Kota Batik itu, dan dari perjalanan itu, menginspirasi saya untuk bercerita sedikit tentang Kota Pekalongan.
Bicara Pekalongan tentu saja bicara batik. Maklum, Kota Pekalongan memang kesohor akan batiknya yang indah. Batik boleh dibilang menjadi denyut nadi Pekalongan. Bagaimana tidak? batik dan hasil bisnisnya menjadi penopang perekonomian Kota Pekalongan.

Kemampuan Pekalongan dalam memproduksi batik berkelas juga dikenal sampai ke manca negara. Produk-produk batik Pekalongan sudah banyak yang diekspor ke Amerika, Timur Tengah, Asia Timur, hingga ke Eropa. Dan bagi pecinta batik dalam negeri, Pekalongan merupakan tempat yang paling tepat untuk mendapatkan batik bermutu tinggi lengkap dengan aksesorisnya. Tak hanya di sentra-sentra penjualan batik, kalau Anda beruntung, Anda juga bisa melihat atau bahkan membeli langsung dari para perajin batik Pekalongan yang bekerja di rumahnya masing-masing.

Dari berbagai sumber dan juga cerita masyarakat Pekalongan sendiri, asal muasal nama kota ini setidaknya ada dua versi. Yang pertama adalah cerita tentang masa Raden Bahurekso yang berasal dari Kerajaan Mataram. Sekitar tahun 1628, Raden Bahurekso mendapat perintah dari Sultan Agung untuk menyerbu Batavia, markas besar VOC Belanda kala itu. Konon, ia berjuang keras dan mengawali persiapan peperangannya dengan bertapa seperti kalong atau kelelawar ; dalam bahasa Jawa dikenal dengan topo ngalong - di hutan Gambiran. 

Dalam pertapaannya, dikisahkan Raden Bahurekso diganggu Dewi Lanjar dan para pengikutnya yang terdiri dari bangsa siluman. Namun gangguan itu bisa diatasi Raden Bahurekso, Dewi Lanjar dan pasukannya berhasil dikalahkan. Bahkan Dewi Lanjar yang merupakan utusan Ratu Roro Kidul memutuskan untuk tidak kembali ke Pantai Selatan, tapi memilih bertahan dan tinggal di sekitar Pekalongan ketika itu. Raden Bahurekso mengijinkan permintaan Dewi Lanjar itu, dan Ratu Roro Kidul sendiri juga memperbolehkannya untuk tinggal di pesisir Pantai Pekalongan. Sejak saat itu, daerah tersebut terkenal dengan nama Pekalongan.

Sementara itu, cerita tentang asal muasal Kota Pekalongan versi yang kedua bermula dari istilah setempa Halong-Along yang artinya hasil berlimpah. Jadi Pekalongan disebut juga dengan nama Pengansalan yang berarti pembawa keberuntungan. Dalam babad Mataram Sultan Agung, nama Pengangsalan juga pernah disebut.

"Gegaman wus kumpul dadi siji, samya dandan samya numpak palwa, gya ancal mring samudrane, lampahe lumintu, ing Tirboyo lawan semawis, ing Lepentangi, Kendal, Batang, Tegal, Sampun, Barebes lan Pengangsalan. Wong pesisir sadoyo tan ono kari, ing Carbon nggertata," 

Dalam bahasa Indonesia bisa diartikan

"Senjata-senjata sudah berkumpul jadi satu. Setelah semua siap, para parjurit diberangkatkan berlayar. Pelayaran tiada henti melewati Tirbaya, Semarang, Kaliwungu, Kendal, Batang, Tegal, Brebes, dan Pengangsalan. Semua orang pesisir tidak ada yang ketinggalan,". Dalam kisah ini, disebutkan para prajurit Mataram tengah bersiap diri untuk berangkat ke Batavia, guna menyerang VOC Belanda.

Pekalongan memang menarik. Sebenarnya, tak hanya batik yang bisa dijadikan idola dari kota yang satu ini. Tapi jika Anda pernah atau sempat berkunjung ke Pekalongan, memang batik yang paling mudah ditemui. 

Gambar: google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar